Langsung ke konten utama

Fenomena FOMO yang Menjangkit Kaum Millenials Indonesia


Pernah mendengar istilah FOMO? Istilah ini sudah tidak asing lagi di Indonesia terutama di kalangan millenials. Di Indonesia sendiri, terdapat sebanyak 5,1 juta millenials di sejumlah kota-kota besar. Damar (Pegiat Sosial) mengatakan sebanyak 68% generasi millenial Indonesia terjangkit FOMO. FOMO merupakan akronim dari Fear of Missing Out yang memiliki arti takut tertinggal. Pada umumnya FOMO merupakan gejala psikologis yang dialami seseorang ketika mereka melakukan sesuatu bukan karena menyukainya, melainkan mengikuti trend yang sedang terjadi di masyarakat dimana biasanya tersebar melalui media sosial. Gejala ini bisa menjangkit semua kalangan, pun gender. Seseorang yang mengalami FOMO cenderung memiliki tingkat kepuasan hidup yang rendah sebab ia akan bergerak mengikuti anomali dan terus membandingkan diri dengan orang lain yang dilihatnya di media sosial. Gejala ini tentu saja tidak bisa dibiarkan karena akan berdampak terhadap aspek budaya, sosial, dan ekonomi.

Berbicara mengenai fenomena FOMO, maka tidak akan terlepas dari budaya konsumerisme dari aspek sosio-ekonomi. Hal ini terjadi ketika masyarakat terdorong untuk membeli lebih dari apa yang sebenarnya ia butuhkan. Teori ini diperkuat oleh Nimet Harmanci dalam tulisannya yang berjudul Consumerism is the Core Ideology of the Capitalism, dimana ia menyebutkan bahwa agar kapitalisme bisa terus berjalan di masyarakat, maka ia membutuhkan suatu mesin penggerak yang kuat. Dalam kapitalisme, ideologi yang sangat cocok untuk membuatnya tetap kuat yaitu konsumerisme. Hal ini akan menjadi sebuah bencana ketika tingkat konsumsi tinggi sementara pendapatan masih rendah, alhasil maka tingkat pinjaman dana akan meningkat. 

Melihat, dinamika sosial masyarakat dan percepatan perkembangan digital, maka fenomena FOMO menjadi bagian budaya yang tak terelakkan. Dampak negatif dari FOMO selain meningkatkan banyaknya pinjaman, yakni juga memicu perasaan paling menderita atau buruk akan dialami oleh gen Z yang tidak mengikutinya. Hal ini perlu ditekan melalui kontrol diri yang baik yang harus diterapkan oleh kaum milenials dalam menyikapi tren di masyarakat dengan melihat tren sebagai hal yang biasa dan bukan kewajiban yang harus dipenuhi. Sementara dampak positif dari FOMO dapat dilihat dari segi strategi promosi pasar dimana bagi wirausahawan muda, pergerakan FOMO ini dapat meningkatkan produk yang dihasilkannya melalui tren di media sosial dimana kaum yang mengalami FOMO tidak akan mau ketinggalan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SISTEM POLITIK KEKERABATAN YANG MENGUATKAN DINASTI DALAM KONTES PEMILU DI INDONESIA

Hola readers!           Kehadiran politik kekerabatan di negara demokrasi seperti Indonesia sesungguhnya bukan fenomena baru di masyarakat lokal maupun nasional. Politik kekerabatan yang membangun dinasti politik di negara demokrasi dapat berakibat pada meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap munculnya ketidakseimbangan distribusi kekuasaan politik yang menunjukkan kecacatan dalam representasi demokratis yang disebut dengan authority bear power . Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Mosca bahwa setiap kedudukan sosial menampilkan kecenderungan untuk menjadi turun-temurun, [1]  bahkan dikala posisi politik sepatutnya terbuka bagi semua orang, namun kedudukan keluarga penguasa akan memperoleh keuntungan yang lebih besar seperti contohnya mendapatkan nomor urut 1 di kertas suara.           Tidak menampik kemungkinan fenomena diatas menjadi budaya apabila terus-menerus dibiarkan. Di dalam bentuk negara demokrasi yang ideal, sistem kekerabatan tentu bukan menjadi anjuran bagi peserta p

THE UNITED STATES PRESIDENTIAL ELECTION MODEL

     U.S presidential contest is unique in the world because of the magnitude of the office, every presidential election is historical and impacts upon the rest of the world. The formal criteria for becoming president as set forth in article 11, Section I of the Constitution are threefold : natural born citizen, at least 35 years old, and a resident of the United States for 14 years. But the informal criteria are numerous and include political experience, personal charisma, fundraising, and audience adaptation.     Presidential contest extends beyond the traditional three-month campaign between Labor Day and November every four years. The contest has become continual and a matter of lifelong training and maneuvering. The right person is not just found but is created, demonstrated, and articulated to the American public. The strategies and tactics presidential candidates use to present themselves and to communicate with American public are of vital importance and are the focus of this c

Kebolehan Mantan Napi Korupsi Memeriahkan Kontestasi Pemilu Legislatif 2024 di Indonesia

     Korupsi nampaknya selalu menjadi agenda reformasi yang tidak henti-hentinya digalakkan di Indonesia. Sejak kejatuhan Era Suharto Tahun 1998 hingga saat ini, pemerintah selalu mengupayakan untuk memberantas tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjadi penyakit umum di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. Menurut Laporan Transparency Internasional terbaru menunjukkan bahwa, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0-100 pada 2022. Angka ini menurun 4 poin dari tahun sebelumnya. Penurunan IPK ini turut menjatuhkan urutan IPK Indonesia dalam perankingan Internasional.       Kasus korupsi seringkali dan marak terjadi dilakukan oleh para politisi yang menduduki baik pada tingkatan pejabat eksekutif, hingga legislatif. Baru-baru ini terkuak kasus korupsi yang dilakukan oleh 2 Menteri dalam Kabinet Indonesia Maju bentukan Presiden Jokowi, Johnny G. Plate selaku Menteri Komunikasi dan Informatika dan Syahrul Yasin Limpo selaku Men