Aku terbangun dengan mata sembab. Semalaman
menangisi orang biadab yang tidak tau disayang. Dia adalah Gerald. Aku sudah 1
tahun bersamanya. Awalnya aku menerima dia bukan karena hatiku yang memilihnya.
Tapi otakku yang menyuruhnya berdasarkan apa-apa yang telah ia lakukan padaku
di awal mendekatiku. Ia begitu baik dan tak henti-hentinya berusaha mengetuk
pintu hatiku. Membuatku tertawa walau aku begitu bengis padanya di awal. Tapi
sekarang? Ia justru sebaliknya. Aku selalu dibuatnya menangis. Semua
kata-katanya sungguh menyakitkan. Namun aku masih bersabar atas segala
perilakunya padaku. Kita berhubungan LDR. Dia berubah? Ya, berubah 180 derajat
sejak ia aktif berorganisasi. FYI, aku dan Gerald berhubungan jarak jauh. Atau
biasa kalian sebut LDR.
Sejak
aku memutuskan untuk mengambil beasiswa di Auckland itulah Gerald menjadi susah
dihubungi. Alasannya selalu saja. Rapat, rapat dan rapat. Semakin hari semakin
jarang mengabariku, semakin hari semakin banyak main sama teman-temannya dan
tak peduli dengan kabarku. Auckland adalah mimpiku. Disini aku mengejar
impianku menjadi diplomat. Beasiswa yang kudapat juga tidak 100%. Aku hanya
mendapatkan beasiswa 80%. Dan sisanya untuk bertahan hidup di Auckland aku
bekerja sampingan sebagai telemarketing di sebuah perusahaan di sini. Jauh dari
orang-orang tercinta aku berusaha hidup mandiri di sini. Terkadang aku merasa tidak nyaman karena
makanan disini rasanya begitu aneh dengan lidahku yang sudah kental sekali
dengan makanan jawa. Aaa aku rindu sop,tewel,dan bacem buatan nenekku. Tapi aku
tidak boleh cengeng. Aku harus kuat bertahan hidup disini.
Oke aku harus semangat. Ini hari
pertama aku bekerja. Lupakan soal Gerald. Aku harus bekerja dengan benar agar
aku bisa bertahan hidup disini. Aku bekerja dari pagi pukul 8.00am hingga 10.00am.
Bekerja paruh waktu disini aku digaji perjamnya. Job desk ku seputar menerima
dan menelepon klien perusahaan. Pukul 11.45am aku harus ke kampus karena ada
matkul. Hingga pukul 16.15pm aku harus kembali ke asrama untuk menyelesaikan
tugas kuliah hari ini. Usai menyelesaikan tugas, malam ini aku memutuskan untuk
keluar mencari udara segar. Di tiap café yang kulewati tampak ramai sekali. Aku
terus berjalan hingga aku sampai pada sebuah café modern yang tampak minimalis
dengan mini panggung dan lampu kerlap-kerlip dengan satu gitar akustik
bersender di sudut kanan panggung. Aku berhenti dan mengamati café itu, aku
tertarik untuk bernyanyi disana. Akhirnya aku pun memasuki café itu.
Café ini bernama “Papakura’s
Maori” nuansa yang ada di café ini nampak seperti vintage 90’an dan gitar
akustik yang bertengger di pojok panggung sana sungguh ‘eye catching’ membuatku
ingin memainkannya. Aku pun menghampiri nona muda yang ada di bar bagian kiri
pintu masuk.
“Excuse me, boleh kah aku memainkan sebuah lagu dengan gitar dipojok
situ?” tanyaku dengan sopan.
“Of course, why not” jawabnya santai.
Aku mulai menghampiri
gitar akustik itu. Duduk di kursi atas panggung dan mulai memainkan lagu Side
to Side – Ariana Grande.
I’ve been here all night
I’ve been here all dayyy
And boy… got me walking side to side
Yeahhh..
Pengunjung di café itu
pun satu persatu memperhatikan aku bernyanyi dan mulai menikmati musikku.
Boyy.. got me walking side to side…
Di akhir lagu
orang-orang pun bertepuk tangan dan aku gugup sekali melihat tiba-tiba banyak
orang di dalam café itu. Saat aku memulai memainkan lagu ini aku hanya melihat
3 gelintir pengunjung, kini kulihat ada lebih dari 10. Mengapa aku tidak
menyadari kehadiran mereka? Aku turun dari panggung dengan sangat canggung.
Kemuadian nampak seorang eksekutif muda menghampiriku.
“Hey, I’m so glad hearing your performance. Could
you be singer in this café? This café being crowded since you sing along there”
Lalu sejak saat itu setiap malam aku diminta untuk
bernyanyi di Papakura’s Maori Café. Bayaran yang kudapat setiap malamnya pun
cukup untuk ku bertahan hidup disini. Hubunganku dan Gerald pun telah berakhir,
kudapati ia telah bersama wanita lain. Kesabaranku telah habis akupun memilih
untuk mengakhirinya. Walau ini menyesakkan tapi aku bersyukur dijauhkan dari
manusia semacam Gerald. I believe that
people come and go.
Seminggu usai berakhirnya
hubunganku dengan Gerald aku pun bertemu dengan orang yang teramat sangat
dingin dan misterius. Dia tak lain adalah teman dari temanku yang menjadi TKI
disini. Pertama kali aku bertemu dengannya di Rodney saat aku menyelesaikan
tugas kuliahku dibantu dengan teman TKIku. Begitu melihat lelaki dingin itu
hatiku tergugah. Baru kali ini hatiku tergugah dan penasaran sekali dengannya.
Ingin sekali kudekatinya.
“Ndra. Temen kamu itu
misterius banget sih”
“Ah masa?”
“Iya tau. Gregetan gua
liatnya”
“Orang ngga jelas tau
dia. Aneh orangnya. Sumpah. Mau gua kenalin? Tp emang dia tipe lu banget sih.
Tapi siap-siap aja ya lu bakal dicuekkin”
“Hahaha optimis aja
deh gue. Cueknya greget dia. Yang awalnya pait pasti akhirnya manis”
“Iya si. Drpd mantan
lu Si Gerald gedek banget gua, kasar ke lu pengen gua tonjok tuh muka”
“Haha bangke yaaa”
“Lu harus move on.
Lagian lu juga sih. Kalo dulu ngga nyaman sama Gerald ngapain dipaksa”
“Gue nyoba mikir
gimana gue kalo jadi dia sih ndra”
“Bego lu ah”
“Hahaha” akupun
tertawa garing mendengar ucapan-ucapan yang keluar dari mulut Candra. Salah
satu yang aku syukuri di Auckland aku bertemu dengan kawan lama dan bisa
nyantai pake bahasa Indonesia. Aaaaa rindu kampung halaman.
“Udah sekarang mending
lu pepet aja si Jodi”
“Malu ah gua. Kenalin
dong”
“Oke-oke ntar gua
bilang dia, kalo lu demen sama dia yaaa”
“Eitsss kok gitu”
“Hahahaha” Candra tertawa
lepas lalu menghampiri temannya yang bernama Jodi itu dan menggiringnya ke
hadapanku.
Jantungku pun mulai
berdebar-debar aku yakin sekali pasti pipiku memerah saat ini. Candra
menghampiriku lalu menyenggolku sambil mengedip-ngedipkan mata kanannya. Dan
lelaki yang dipanggil Jodi oleh Candra itu pun hanya menatapku sambil menaikkan
alis kirinya.
“Jodi” Ia mengulurkan
tangan dan sungguh suaranya yang serak-serak jantan membuat jantungku semakin
berdebar-debar.
“Eeemm… Aku… kenalin..
na.. naamaku Lula” jawabku dengan gagap gugup
Semenjak perkenalan
itu Candra memberiku kontak Jodi. Aku bimbang bagaimana menghubunginya, aku
takut terlihat centil, aku juga takut dianggap sok asik, aku takut pula dikira
kegatelan. Akhirnya aku hanya memandangi kontaknya untuk beberapa hari sampai tiba-tiba
Jodi ngchat aku dan “Oh My GOSH DEMI APAAAAAAA”
Disaat aku
berloncat-loncat kegirangan mendapat chat dari Jodi, ada chat muncul lagi.
Jodi : “Sorry. Bajak Candra”
Seketika itu pula aku
melemas, semangatku yang tadinya membara tiba-tiba saja menguap bersama udara.
Tapi bukan namanya kalo ngga bisa ngedapetin apa yang aku mau. Ambisiku untuk
beasiswa S2 di Auckland saja bisa kudapat. Aku yakin aku pasti bisa mendapatkan
hatinya Jodi yang sedingin kutub utara itu. Aku yang ceria pasti akan
melengkapi hidupnya. Pikirku.
Tidak mudah memang
mendekatinya. Aku mulai menyapanya dengan menanyakan tentang Candra. Lama –
lama aku pun tau penyebab dibalik dinginnya sikap Jodi. Setelah mengetahui
background hidupnya aku jadi semakin menyayanginya. Dia benar-benar meluluhkan
hatiku. DInginnya begitu menyejukkan. Ya Tuhan aku jatuh cinta. Bagaimana ini.
Aku selalu saja tersenyum walau Jodi hanya menyapaku singkat. Dan sering
innocent banget tiap aku Tanya. Aku dan Jodi jadi sering chatting walau jawaban
dia selalu singkat. Benar-benar irit kata.
Hari ini adalah hari
terakhir di tahun 2017. Aku berencana untuk berlibur bersama Candra Jodi dan
tak ketinggalan sahabatku Vita yang jauh-jauh dari Jakarta ke Auckland demi
berlibur bersamaku. Aku begitu antusias dengan liburan kali ini, Gerald pun
mulai menghubungiku lagi, karena aku nampak bahagia mungkin jadi dia ingin
kembali padaku dan menghancurkan kebahagiaanku. Ah persetan dengan Gerald. Ku
putuskan untuk memblokirnya.
Kami pun memutuskan untuk
berlibur ke pantai Kariotahe. Aku sudah janjian dengan Candra untuk bertemu di
stasiun Kariotipe. Aku sampai di stasiun lebih awal. Pertama Vita datang dan
langsung berhambur memelukku.
“Aaaaaaaa Lulaaaa.
Miss you so much” ucapnya manja.
“Kangen kamu juga
VItaaaaa. Gimana kabar di Indonesia? Mami lo sehat kan?”
“Alhamdulillah sehat
walafiat semua”
Aku pun memeluk Vita
erat. Tak lama setelah kami berpelukan tampak dari kejauhan Candra datang
bersama Jodi, Aku pun memeluk Candra dan melirik Jodi sekilas. Tampak seperti
biasa. Dingin. Tapi kali ini ia tersenyum manis sekali padaku. Ya Tuhan pipiku
pasti sudah memerah ini.
Angin musim dingin
mulai berhembus. Untung saja aku memakai mantel dobel. Namun aku masih saja
kedinginan. Jodi pun memberikan mantelnya padaku. Aku menatapnya heran.
“Pake”
“Terus kamu gimana?
Emang ngga kedinginan?” tanyaku polos.
“Nggak” lalu
memakaikan mantel pada tubuhku tanpa permisi dan berkata-kata lagi. Aku hanya
melongo mentapnya. Vita dan Candra tampak sedang bercanda sambil melihat
penumpang kapal feri yang lain. Aku dan Jodi termenung menatap lautan Selandia
Baru. Indahnyaaaa lautan dan udara dingin yang menusuk sampai ke tulang-tulang
ini. Mungkin Jodi bersahabat dengan dingin sehingga ia tak tampak kedinginan
sama sekali.
Kami sampai di pulau
tujuan. Sungguh indah pantai Kariotahe ini. Ya Tuhan. Allahu Akbar. Airnya
begitu biru. Karang-karang pun tampak kokoh berdiri di pinggiran pantai.
Pasirnya begitu putih bersih seperti tak pernah dijajaki oleh manusia. Kami
sampai kala senja, Candra dan Vita mendirikan tenda. Ini acara tahun baru yang
sungguh menakjubkan bagiku, berlibur bersama sahabat dan orang yang kusuka
tentunya. Senja berganti malam, tenda dan api unggun telah siap semuanya. Kami
pun mengitari api unggun dan bercerita-cerita. Aku menyanyikan sebuah lagu dan
sedikit melirik ke arah Jodi. Ia hanya tersenyum simple mendengarku bernyanyi.
“Lul, aku tidur duluan
yaaa…. Capek banget perjalanan panjang kesininya. Mau istirahat bentar. Yuk
Vit” Ia mengajak Vita kedalam tenda dan meninggalkanku berdua bersama Jodi di
pinggir api unggun. Hatiku berdebar-debar tiap moment berdua bersama Jodi.
Setelah aku mengangguk dan Candra masuk kedalam tenda. Malam seketika menjadi
hening dan dingin. Aku menatap Jodi yang tampak mulai menghidupkan rokok dan
menyesapnya. Aku memberanikan diri untuk mendekat. Menemaninya dan
memperhatikannya. Lalu aku tersenyum entah mengapa.
“Kenapa
senyum-senyum?” Tanya Jodi padaku.
“Ngg… nggak papa sih.
Seneng aja”
“Kenapa?” Tanyanya
lagi seperti mengintimidasiku dan menatapku tajam namun justru membuat
jantungku semakin berdebar-debar.
“Seneng aja sama lo”
Aku pun langsung menunduk malu. Jantungku semakin berdebar-debar. Aku merasakan
Jodi seperti semakin mendekat, aku mendongak menatapnya, ia pasti mendengar
detak jantungku yang berlarian dan jarak wajahku sampai wajahnya hanya sesenti.
Tiba-tiba saja ia mengecup bibirku cepat lalu berpaling, aku syok dengan apa
yang ia lakukan. Apa maksud Jodi?
“Apa maksud tadi Jodi?
Aku ngga ngerti tolong jelasin.”
“Suka”
“Suka apa Jodi?”
“Suka kamu.”
“Hah? Apaaaa? Yang
bener?”
Aku senang sekaligus
kaget. Sungguh tidak kusangka Jodi pun tertarik denganku. Padahal ia nampak
selalu acuh padaku. Kemudian ia menatapku lagi, kali ini dengan senyum manis
sekali dan berkata “Aku ingin kita selalu dekat. Aku tidak akan menjadikanmu
pacarku. Cukup kita saling ngerti perasaan masing-masing. Berjalan beriringan.
Karena kalau kita pacaran akan ada kata-kata pisah dan aku nggak mau kayak
gitu”
Aku
mengangguk mengerti dan Ya Tuhan sungguh aku bahagia sekali. Jodi pun
menggenggam tanganku erat. Aku dan Jodi menatap langit. Saling berdoa untuk
selalu bersama. Auckland Im in love with you and Jodi certainly.
-Selesai-
Komentar