Langsung ke konten utama

Bintang Jatuh di Surakarta

Hari ini tepat 6tahun sudah aku menjalin hubungan bersama dengan Pras. Segala bentuk perjuangan telah kita lewati bersama. Aku tetaplah Darin yang supel dan penuh semangat. Dan Pras dari dulu tetaplah Pras yang angkuh dan cuek namun jauh di lubuk dasar hatinya, ia adalah orang yang hangat.
“Yang kita udah bareng-bareng berapa lama sih?” tanyaku padanya.
“Emm... 6tahun” jawabnya dengan tampang berpikir keras sambil menyesap rokoknya.
“Kamu ngga ada mau ngelamar aku gitu?” usai aku bertanya begitu, dia menatapku dalam.
“Sabar ya”
“Sabar mulu sebenernya nunggu apa sih? Kan aku ngga pernah nuntut pernikahan yang mewah”
Dan masih saja ia selalu menunjukkan respon tenang dan menjadikan semua ucapanku mengambang di udara. Sesaat kemudian ia bangkit dan mendekat padaku. Ia memelukku. Dan seperti biasa pelukannya selalu membuatku kembali tenang.
 Aku bekerja di salah satu firma hukum di Bekasi. Dan Pras bekerja di salah satu perusahaan Manufacturing sebagai kepala shift. Kita sudah tidak LDR lagi tapi Pras justru semakin cuek denganku. Entah ia berniat menikahiku atau tidak. Aku hanya bisa bersabar menunggu. Tadinya aku dan Pras LDR Solo-Bekasi. Di Solo aku kuliah di Sebelas Maret. Kamibukanlah orang asli Bekasi, disini kami juga perantauan dari Jawa. tapi dia sudah 6tahun lebih hidup dan bekerja di Bekasi. Pras memulai karirnya dari yang paling rendah yaitu seorang buruh pabrik. Namun sosoknya yang tangguh, pekerja keras, dan tanggung jawab, mampu mengantarkannya ke posisi sekarang. Aku menemaninya, namun ia jarang sekali menceritakan masalah yang dihadapinya. Ia adalah sosok gentleman yang selalu berusaha untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Ia tak ingin aku khawatir dengannya. Namun kenyataannya aku justru semakin khawatir kalau dia tidak bercerita. Aku ingin menjadi tempat ternyaman untuknya berbagi. Aku selalu berpikiran yang tidak-tidak namun seketika juga fakta positif melenyapkan segala pikiran negatif yang menghantuiku. Aku selalu merasa damai di dekat Pras. Namun aku selalu rewel, bawel, marah-marah, dan manja saat jauh dengannya. Kami sering bertengkar untuk sebuah masalah yang sangat sepele. Namun kami tidak pernah bertengkar lebih dari 24jam. Pasti selalu baikan lagi. Namun beda kali ini.
“Yang kamu risih ngga sih sama aku yang bawel banget” tanyaku padanya.
“Kenapa” selalu begitu. Dingin dan irit kata.
“Ayolah yang”
“Ayo apa?”
“Kapan sih kamu mau nikahin aku”
“Ngga usah buru-buru”
“Ih. Kamu tuh ya. jangan kesantaian. Kalo emang masalah duit, yaudah si kita patungan. Orang – orang udah pada nanyain mulu kapan kita married. Kan kita udah lama bareng-bareng” aku tidak pernah menyebut pacaran karena sedari awal Pras tidak mengajakku pacaran. Katanya kalau pacaran nanti ada kata-kata pisah.
“Ngga usah dengerin omongan orang”
“Serah kamu deh. Kepala batu. Susah banget dibilangin” aku beranjak dari tempatku duduk dengan rasa kesal kemudian berjalan meninggalkannya.
 Seminggu sudah aku mendiaminya. Eh dia malah mendiamiku juga. Aku rindu tapi dia tidak kunjung menghubungiku juga semenjak hari itu. Aku kacau. Di siang hari aku melamun, di malam hari aku menangis. Aku merindukannya. Aku mengambil album foto di laci meja kerjaku. Kulihat foto-foto ku bersama Pras dari awal aku bersamanya, saat lebaran,tahun baru, anniversary bahkan foto baru saja yang diambil di acara pernikahan temanku Rondy. Semua terasa menyesakkan kalau kita harus berakhir seperti ini. Ia update status kata-kata bijak bahkan yang biasanya ia tidak pernah menampakkan wajahnya tiba-tiba hari ini menampakkan wajahnya di Sosial Media. Aku kesal sekali. Apasih maksutnya dia kayak gitu. Malamnya kuputuskan untuk mendatangi temannya sekedar bertanya kabar tentangnya.
“Aguuuung” panggilku sambil mengetuk pintu rumahnya.
“Iyaaaa tunggu” jawabnya dari dalam rumah. Beberapa saat kemudian dia keluar membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk. Aku langsung ngeloyor ke ruang tamu dan menangis sejadi-jadinya.
Kamu kenapa, Rin” tanyanya dengan wajah heran khasnya sejak 8tahun aku mengenalnya.
“Temen lu tuh”
“Pras? Kenapa? Lu nggak putus kan?”
Kata-kata ‘putus’ membuatku yang mendengarnya menjadi nangis sekencang-kencangnya. Tidak peduli dengan anggota keluarga Agung yang menatapku penuh tanya.
“Yahhh kok malah makin kenceng nangisnya. Beneran putus? Yaudah tenangin diri lo. Kalo udah lepas semua baru cerita ya”
5 menit kemudian...
“Gue nggak tau Gung. Udah seminggu dia ngga ada effort. Aku diemin malah bales didiemin. Ngga tau deh ini disebut putus apa nggak. Sumpah sakit banget rasanya hati gue gung”
“Akhir-akhir ini sih dia lagi sibuk banget”
“Sibuk ngapain?”
“Ngga tau dah gue. Lu kan tau sendiri cowok lu tuh misterius. Tapi dia nggak bakalan mungkin selingkuh. Percaya deh sama gue.”
“Musyrik percaya sama lo”
“Yeee nangis masih bisa aja becanda.”
“Terus gimana dong ini nasib gue. Gue mau pulang kampung ajalah.”
“Lu yakin? Kerjaan lu gimana?”
“Mau cuti gua mau nenangin diri.”
“Yaudah lu sabar ya. Gua kenal banget sama Pras, dia beneran cinta kok sama lo.”
“Cinta-cinta tapi gua nggak di lamar-lamar juga.”
“Tunggu aja. Kasih dia waktu buat nyiapin hatinya. Buat memantapkan keputusannya. Nikah kan bukan perkara yang mudah.”
“Dia juga udah mapan, mau nunggu apalagi coba?”
***
 Aku telah sampai di kampungku. Surakarta tercinta. Tempatku menuntut ilmu sedari kecil. Kota yang damai dan sederhana namun tidak tertinggal. Aku keluar dari Stasiun Solobalapan. Tampak dari kejauhan ayahku melambai-lambaikan tangan. Ahhh rindunya. Aku berhambur memeluk ayah. Satu-satuunya orangtuaku yang tersisa. Dan adikku yang kian dewasa tentunya. Di Solo menemani ayah.
“Cuti berapa hari kak?” tanya Ayah
“Seminggu”
“Waduh lumayan dong. Kerjaan nggak papa ditinggal selama itu?”
“Nggakpapa kok yah”
“Yasudah. Yuk pulang. Mau makan dimana?”
“Timlo Pasar Gede yah”
“Siap”
***
 Sesampainya di rumah aku langsung masuk ke kamar dan menangis. Tentu aku menangis diam-diam. Jika ayahku tau pasti ia akan datang menemui Pras dan memarahinya. Jadi aku lebih memilih tetap bungkam. Malamnya aku izin ayah keluar mencari udara segar. Aku menuju ke Colomadu untuk mendapatkan udara segar. Angin malam yang dingin berhembus menusuk tulangku. Semakin kueratkan jaketku. Aku berjalan-jalan sambil menatap bintang-bintang di langit. Sesaat kemudian kulihat bintang jatuh. Aku duduk di salah satu kursi dekat lampu taman dan sebuah pondok. Kupejamkan mataku dan memohon untuk cintaku.
 Keesokan harinya aku pergi jogging di Solo Edupark dekat kampusku dulu. Selesai 5 putaran aku mengistirahatkan diri di pinggiran. Memejamkan mata karena silau terik mentari pagi, tiba-tiba sesosok bayangan muncul menghadang kilaunya mentari. Aku berdiri untuk melihat sosok itu, ternyata dia adalah Pras. Pras yang amat aku rindu. Prasetya Adi Kuntjara.
“Hay Darin. Lama tidak berjumpa. Masihkah kamu mau menjadi pendampingku?” Ucap Pras yang membuatku terbelalak tak percaya. Kuusap-usap mata berkali-kali untuk memastikan ini bukan mimpi.
“Ya Allah. Pras? Benarkah ini kamu?” aku masih takjub dengan apa yang ada di depanku.
“Iya sayang. Siapa lagi?”
Aku menangis melihatnya.
“Lhoh kok nangis?”
“Kemana aja siii kamu, aku tuh nunggu kamu ngabarin aku kek. Tapi ngga nongol-nongol” masih sambil menangis aku mengomelinya. Ia mengusap air mataku kemudian menyodorkan kalung silver indah dan langsung memakaikannya di leherku tanpa kata-kata. Aku terdiam dengan semua sikap dia padaku. Sampai tersadar aku kemudian bertanya, “Apa maksud ini,Pras? Kenapa kamu bisa sampai disini? Gimana kamu tau aku disini coba?”
“Ssst... Bawel. Kamulah satu-satunya yang aku ingin untuk selalu menemaniku Darin”
Aku langsung memeluknya. Aku tau dia tidak pandai mengungkapkan perasaannya. Tapi aku mengerti. Dia melamarku hari ini. Saat yang aku tunggu-tunggu selama ini. I love you for the rest of my life, Prasetya Adi Kuntjara.
     -TAMAT-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku : SADAR KAYA By Bossman Mardigu (Die Hard Entrepreneur)

  Hallo readers blogger! Long time no see you all!!! I COME BACKKKKKK. Kali ini aku kembali ke blog dengan sesuatu yang baru dan menyegarkan di tahun 2020. Sebelum-sebelumnya mungkin yang kalian lihat di arsipku isinya adalah postingan tentang cerpen-cerpen cinta. Sekarang aku hadir dengan sedikit berbeda. Yang bakal aku ulas disini adalah BUKU tentang Entrepreneur dari salah satu pengusaha sekaligus pakar geopolitik dan terrorisme, MARDIGU WOWIEK PRASANTYO.                 Bapak Mardigu ini menjadi banyak dicari di Google sejak kemunculannya dalam podcast Deddy Corbuzier yang membicarakan topik mengenai Covid-19 yang disebutnya sebagai sebuah konspirasi antara negara China dengan Amerika. Ia memiliki julukan Bossman Sontoloyo karena gaya berpikirnya yang dianggap ‘ nyeleneh ’. Selain sering mengomentari pemerintah, Pak Bossman ini juga menuliskan beberapa buku berdasarkan keilmuan yang ia miliki. Diantara...

What do you think about depression?

 Undeniable. Nobody never gets stressful or depressed for something. Stressed and depressed often happen to face current craziest world! This situation could emerge anybody without permission. Hard situation might be revealed these circumstances. And it’s being more complex when ones have no clue to resolve their firmness’s. You can imagine the situation where you are walking in a forest. You are alone, there is no people around you, then suddenly, BAAM! You tripped and fell down in a well where wasn’t clearly marked, and you fall sixty feet down this well. Your leg has broken, and there is a heavy rock on top of it. You can’t move and you are in a sake of pain, and all you can see is a little bit of light sixty feet above you, which you can’t reach it out. There is no ladder to climb back up, so you just stuck down this well alone. Then you only have two options. You can wait in pain for your broken leg to heal by itself, chip away at the rock, and then climb up the well with yo...

Bintang hanya untuk Bulan

           Jatuh cinta memang indah. Tapi dengannya, aku memutuskan untuk membangun cinta. Hari itu, aku pertama kali bertemu dengannya usai berkenalan melalui daring WhatsApp melalui salah seorang teman kami. Tak kusangka aku langsung jatuh hati saat pertama kali menatap matanya. Tampak dingin, namun bersahaja. Melalui genggaman tangannya saat hujan dan hembusan angin dingin yang menyergapku, aku mampu merasakan getaran yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Nyaman. Damai. Tenteram. Dan Indah. Sorot matanya menatapku tajam, namun menyejukkan. Dingin yang kurasa kala itu seketika hilang dan berubah menjadi hangat. Tubuhnya selalu hangat meski ia bersikap dingin. Ia mendekatkan tubuhnya untuk menghangatkanku dan menggenggam lembut jemariku. Dan sejak saat itulah aku merasakan hati dan debaran jantungnya. Sejak itu pula aku menempatkan ia dalam hatiku. Dan aku merasa ialah belahan jiwa yang aku cari sepanjang perjalanan kehidupanku.     ...